Senin, 26 April 2010

Tangisan Polikromatik


Hidup adalah sebuah fenomena, dimana selalu saja akan menjadi sebuah hal yang mungkin akan terus diingat bukan hanya sekilas berlalu..

Matahari sebuah bintang yang paling besar, memancarkan sinarnya sendiri dan memberi kehangatan serta cahaya untuk dunia..

Begitu hebatnya bintang yang terbesar dari sebuah galaksi ini, galaksi yang aku tinggali dan planet tempat aku harus terdiam di depan setumpuk pekerjaan dan tugas yang belum dapat diselesaikan satu persatu.. Otakku tak bisa berkolaborasi baik dengan seluruh bagian tubuh yang lain, rasanya aku hampir meledak..

Pekerjaan itu justru menumpuk, semakin aku membuang per detik dari hidupku.. Bukan aku tak mau mengerjakan mereka, namun aku hanya tak tahu harus memulai menyelesaikan yang mana..


Sinar itu datang, matahari bersinar dan tertawa sangat lebar hari itu.. Sementara hatiku semakin kelabu, dan menjadi abu-abu.. Bersiap hujan..


Aku menatap matahari, aku melihat tawa lebarnya.. Aku terdiam menatapnya, aku tak ingin melawannya.. Dia bintang paling besar dalam galaksi ini.. Ruang hidupku..


Cahaya itu menghancurkan pertahananku, HUJAN! Akhirnya hujan, walau matahari tetap tersenyum lebar.. Aku bukan seorang perajut hujan, aku hanya menatap matahari dengan seluruh gelisah dalam diri..

Hujan ini tetap dapat menandingi cahaya itu..
Hujan, kau hanya membuatku segar, pikirku.. Kau hanya melegakan sedikit perasaan bersalahku.. Kau tetap tak dapat melawan bintang terbesar itu.. Cahayanya adalah sumber energi seluruh jagat galaksi ini.. Ruang hidupku..

Reda.. Hujan reda.. Aku masih tak beranjak.. Aku memandang matahari..
Aku iri.. Aku marah.. Matahari mempunyai dua belas jam untuk galaksi ini.. Ruang hidupku.. Dan saat itu, matahari sangat menertawakanku.. Aku mendengarnya.. Aku merasakannya..

"Mana sinar terbaikmu? Keluarkan!", aku berteriak menantangnya..
"Aku tak akan melepaskan mataku darimu, aku tak takut dengan cahayamu, meski aku harus kehilangan kepekaan retina dan rona mataku!", aku merajuk..


Tetesan air hujan masih terus menetes perlahan, cahaya itu.. Sebuah spektrum terbentuk, cahaya polikromatik itu terbiaskan oleh tetesan air hujan..


Matahari benar-benar mengungguliku saat itu.. Mataku terus memandang dia.. Terus memandang matahari yang merajut sebuah spektrum warna raksasa..


Aku menjatuhkan diriku, melemahkan kakiku..
Bertumpu pada lutut yang tak lagi sempurna ini.. Tetap memandang matahari, dan dia terus memancarkan cahaya..

"Itu tak akan lama! Ini hanya sementara..", aku mengeja pelan dalam hati..


Aku menciptakan hujan, aku menciptakan pelangi. Bukan matahari..

Aku mungkin tak akan memberimu sebuah hujan lagi, agar kau tak dapat memberikan spektrum polikromatik itu kembali pada galaksiku.. Ruang Hidupku..


Dan aku benci pada pelangi..


wardhana
26 April 2010
20.33


visualimage download from http://janecool.deviantart.com/art/laskar-pelangi-107298016